Labirin

Part 2
Alih-alih melanjutkan membaca, aku malah terhanyut dengan masa laluku. Akupun tak menyangka ingatanku masih tajam. Terbukti saat aku mengingat masa lalu yang berbentuk slide-slide. Ingin rasanya aku kembali kecil.
Untuk bisa berkumpul dengan nenek, bapak dan ibuk. Namun semua tinggal kenangan. Dan aku tetap ingin selalu berkenang untuk tetap bisa menyerapi hikmah tersirat dari tuhan semesta alam.
Aku adalah anak perempuan satu-satunya di keluargaku. Semua saudaraku adalah lelaki dengan seorang yang paling bandel yang tengah repot dengan sound sistemnya itu.
Hikayat kedua kakakku sewaktu kecil amat berbeda denganku. Karena kebadungan mereka, seringkali ibuk naik pitam dan memukuli mereka. Aku membayangkan betapa lucunya kedua kakakku yang dikejar-kejar ibuk sampai naik ke atas pohon petai seperti lutung dikejar anjing. Haha
Bukan hanya naik pohon petai, naik ke atas genteng saja itu biasa. Ku pikir itu lebih seru dibandingkan kids jaman now yang selalu berjibaku dengan gadget. Gak kalah serunya lagi nih ya, sewaktu mereka berdua terbirit-birit selepas menjatuhiku sebuah nangka matang yang ku ingat besarnya kira-kira sebesar kepala orang dewasa, dan beratnya serupa dengan lima kilo beras. Uh, sakit beneran itu. Sampai membuatku semaput tergolek dilumpur depan rumah. Yes, kenapa ada lumpur di depan rumahku?
Jawabannya ya karena di depan rumahku merupakan tanah humus, sama dengan jalanan kampung kala itu. Karena hujan deras berhari-hari membuat tanah itu encer layaknya lumpur. Mana rumah di tengah ladang, jalanannyapun becek berat. Membuat siapapun yang hendak bertandang ke rumah urung karena malas jika sendal mereka seketika akan klumut dengan tanah basah itu.
" Loh gimana to ini, adeknya ditinggal begitu saja", terdengar sayup-sayup suara ibuk. Entah bicara begitu atau apa, hehe. Aku tak begitu tau, karena aku tebak umurku kala itu masih 1,5 tahun.  Heheu
Tapi kok ingat kejadiannya? Anugerah itu namanya, hehehe
Aku rasakan tangan ibuk yang telaten mengambilku dari lumpur dan menggendongku kemudian membersihkanku. Seingatku setelah itu aku duduk di pangkuannya sembari tangan kuatnya menyuapiku. Dan entah kemana kedua kakakku lari. Yang aku tebak saat mereka datang, ibuk siap siaga dengan sapu di depan pintu rumah. Dan pertempuranpun dimulai. Apakah ibuk tidak sayang?
Oh tidak, ibuk amat sayang kepada kedua kakak lelakiku itu. Saking sayangnya, ibuk mengatakan bahwa hidup ini keras melalui sapunya, haha. "Ampun buk!" Kakak keduaku meronta saat telinganya panas akibat jeweran ibuk. Sedang aku hanya melongo melihat keduanya. Ku lihat kakak melepas paksa telingannya dan berlari kencang sebelum sapu di tangan ibuk perpindah ke pantatnya.
Lucu nian saat teringat masa lalu dengan mereka. Sedang kini aku harus terima keadaanku atas kesendirianku. Jujur dari lubuk hatiku paling dalam sepi itu menjadi sunyi senyap. Andai waktu bisa diputar. Ah sudahlah tak perlu diungkit. Karena luka itu belum sembuh. Aku berusaha kembali menekuri buku yang masih ada di tangan. Dan suara keras dari sound sistem kakak mulai memenuhi rumah.
"Huh, kakak", aku berteriak sekeras mungkin. Tapi hasilnya nihil. Kakakku malah menari girang mengikuti suara gendang dari sound sistemnya. Melihat muka masamku dia malah tersenyum usil. Berasa pengen aku timpukin pakai kacang polong tuh kakak. Ya begitulah kita yang selalu menghiasi hari kita yang sepi ini dengan debat kusir yang berujung pada candaan maut yang bikin ngakak  setengah mati. Heheu
-----------------------
Notes:
Semaput : Pinsan
Klumut   : Berlumuran

😁 sorry ya guys, kalau tulisannya aneh. Namanya aja author amatir. Jadi ceritanya apa aja yang ada di otak tumpahin 😄

HERWININGSIH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Instagram