Alunan syahdu yang menyapa hati
bagaikan misteri tanpa henti, mengukirkan sebuah cerita penuh makna. Merangkai
ungkapan-ungkapan yang tak disangka, mencoba meluluhkan hati dalam keheningan.
“ Zahra ada
telpon tuh di hp mu?”
“ Siapa?” “
Mungkin Ahmad…” “ oooo”
“ Kok Cuma
ooo???” Aira heran, Zahra hanya tersenyum dan mengambil handphonenya dan
menghubungi kembali Ahmad “Halo… assalamualaikum” “ Waalaikum salam..”
“ Ada apa
mas?” tanya Zahra lembut “ Sedang apa? Masih sibuk?” Tanya Ahmad
“ Ehmm ya
lumayan?” jawab Zahra sedikit ragu “ Ooo ya sudah nanti aku hubungi lagi,
lanjutkan saja, nanti kalau sudah tidak sibuk hubungi ya…” ucap Ahmad penuh
harap
“ Insyaalloh,
mas” “ Assalamualaikum”. “ Waalaikum
salam warahmatulloh” Zahra menutup telponnya.
Aira yang
melihat tingkah sepupunya itupun langsung angkat bicara “ Sampai kapan kamu
akan memperlakukan Ahmad seperti itu, selalu membohonginya saja”. Zahra hanya
terdiam membisu
“Apa kamu
tidak kasihan melihatnya? Dia tidak main-main”.
“ Akupun
tak mengerti”. Zahra menunduk
Mengubah
apa yang terpatri dalam kalbu tak semudah menelungkupkan mangkuk, belajar
adalah hal yang harus Zahra lakukan untuk tidak menyakiti Ahmad. Tiada maksud
sedikitpun Zahra melukai hati Ahmad, namun alur yang tak kunjung membawanya
menerima kebaikan dan niat baik Ahmad. Hatinya beku dan membatu, sulit baginya
untuk membuka hati kembali sejak kepergian orang yang ia cintai, sekaligus telah
melukai hati sucinya.
“
Apa kamu masih mencintai Rizal?” Tanya Aira
“
Tidak”
“
Terus kenapa kamu tidak bisa mencintai Ahmad?”
“
Akupun tak tau Aira, kamu jangan semakin membuatku bingung”.
“Aku
tak bermaksud membuatmu bingung, hanya saja jika dari awal kamu tidak suka pada
Ahmad, kenapa kamu memberikan kesempatan padanya Zahra. Kamu tau betapa
sakitnya hati Ahmad jika dia tau kamu hanya mempermainkannya, dia sudah menaruh
harapan yang besar kepadamu Zahra… coba kamu berpikir”
“
Tak ada maksud sedikitpun mempermainkannya Aira, aku memberinya kesempatan
karena aku ingin mencoba membuka hati pada orang lain. Dan akupun merasa
bingung sampai saat ini akupun belum dapat mencintainya dan bahkan
menyayanginnya”.
“
Entahlah aku tak mengerti akan pemikiranmu itu, zah” Airapun beranjak dari
hadapan Zahra.
Seiring berjalannya waktu niat baik
Ahmadpun semakin memuncak. Setiap waktu ia menghubungi Zahra, meski respon
Zahra tak memuaskan hatinya. Rasa bersalahpun mulai menyelimuti hati Zahra
hingga ia memutuskan untuk jujur pada Ahmad tentang perasaannya.
“
Halo assalamualaikum”
“
Waalaikum salam, ada apa Zahra?” Tanya Ahmad lembut “ Saya mau bicara mas”
“
Iya bicara saja” “ Maafkan aku karena selama ini selalu membohongi mas”
“
Bohong soal apa?” Tanya Ahmad heran “ Tentang perasaanku pada mas, memang aku
memberi kesempatan pada mas, dan akupun mencoba untuk bisa mencintai mas, tapi
tak tau sampai detik ini akupun belum bisa mencintai mas. Maafkan aku…”
“
Untuk apa kamu minta maaf Zahra, tidak apa-apa mungkin memang masih belum
waktunya dan belum biasa”
“
Aku bukan yang terbaik untukmu, mas. Carilah yang lebih baik karena aku hanya
bisa melukai antum saja”.
“
Tidak Zahra, menurutku kamulah yang terbaik aku tidak akan mencari yang lain.
Akan aku jalani semua ini sampai Alloh berkata cukup, akan aku nanti sampai
kapan hatimu akan berlabuh padaku namun jika hatimu tetap tak bisa aku akan
menerimanya dengan ikhlas, aku tak akan memaksamu karena Alloh yang lebih tau”.
Kata-kata Ahmad begitu menyentuh hati hingga meruntuhkan gumpalan-gumpalan
mendung dari pelupuk Zahra.
“
Betapa mulia hatimu, mas. Jika itu yang kamu mau, maka ajari aku agar hati ini
bisa membuka pintunya dengan penuh keikhlasan sebagaimana keikhlasanmu padaku”.
“
Insyaalloh”
Sejak keterbukaan antar keduanya itu
terungkap, Zahra mencoba belajar untuk terbiasa dengan Ahmad dan menuntun
hatinya untuk bisa mencintai Ahmad meski itu begitu sulit baginya. Dan Ahmadpun
dengan penuh kesabaran menanti cinta Zahra, meski ia sadar hal itu sangat menyayat kalbunya. Tapi ia
tetap yakin bahwa suatu saat nanti Zahra mampu mencintainya seperti cintanya
pada Zahra.
“
Zahra kamu gak menghubungi Ahmad, kan udah jamnya kamu menghubunginya” Aira
mengingatkan “ Oh iya Ai, makasih ya udah mengingatkan” Zahrapun menghubungi
Ahmad, hal itu adalah salah satu cara Zahra untuk membiasakan diri agar bisa
mencintai Ahmad. Meski diakui atau tidak hati Zahra belum juga mampu berlabuh
pada Ahmad.
“
Zahra aku sangat mencintaimu”. Ungkap Ahmad dengan ketulusannya, mendengar
ucapan Ahmad Zahra terdiam dan tak tau apa yang akan ia katakan, karena ia
belum juga mampu mencintai Ahmad. “ Zahra Zahra…” panggil Ahmad yang masih
membisu “ Eee iya mas…”
“
Kamu masih belum bisa mencintai aku ya?” Tanya Ahmad lirih “ Maaf mas, belum”
“
Tapi kamu tidak mencintai orang lain kan?” Tanya Ahmad curiga
“
Enggak kok mas, saya juga sudah melupakan orang yang pernah hadir di hatiku”.
“
Baiklah aku akan sabar menanti, akan jawaban tuhan yang akan diberikan-Nya
padaku”. Ucapan Ahmad itu melelehkan air mata yang membeku dalam pelupuknya.
*****
Dalam keheningan malam semilir angin
meniupkan napas setiap kehidupan dalam setiap dimensi. Terlihat Aira yang
tengah sibuk menyiapkan tugas kuliyahnya “ Duhhh sepupuku yang rajin” celetuk
Zahra “ Apa? Bay the way gimana kamu dengan Ahmad?” Tanya Aira penasaran, Zahra
mulai duduk di samping Aira “ Gak tau”
“
Kok bisa gak tau sih, Zah?”
“
Aku bingung, Ai” “ Hemmm bingung melulu,
kenapa kamu masih belum bisa mencintainya?”
“
Iya” “ Aduh Zahra, mendingan kamu bilang
aja sama dia deh”
“
Udah, aku udah bilang tapi dianya ngotot pada keyakinannya itu, tapi mungkin
aku memang gak diciptakan buat dia deh, Ai. Hatiku tetap membisu, akupun juga
lelah memaksakan hatiku sendiri”.
“
Memang sulit, Zah”
*****
Belajar dan belajar itulah yang Zahra
lakukan, tapi iapun tak bisa membohongi hati kecilnya. Cintanya memang
benar-benar tak bisa ia berikan kepada Ahmad. Sampai waktu itupun tiba di mana
Ahmad dipaksa untuk segera menikah oleh kedua orang tuanya.
“
Zahra, bagaimana denganmu? Masih belum bisakah kamu mencintaiku?”
“
Maaf belum bisa” “ Mungkin memang kita tidak ditakdirkan bersama, dan aku
memang bukan yang terbaik untukmu”
“
Kenapa tiba-tiba mas berkata begitu?” “ Bgaimana aku tidak berkata demikian
jika harapan itu hanyalah fatamorgana, dan aku memberimu kesempatan untuk
belajar. Dan akupun telah berjanji padamu bahwa aku tak akan memaksamu, aku
sangat mencintaimu Zahra. Orang tuaku telah menyuruhku menikah, dari lubuk
hatiku yang paling dalam aku hanya ingin memperistri dirimu. Namun tuhan tau
yang terbaik untuk kita berdua, sehingga mungkin saatnya aku belajar mencintai
orang lain, maafkan aku jika aku terlalu berharapa padamu Zahra” tanpa disadari
handphone Zahra terjatuh, dan iapun meneteskan air mata. Betapa besar cinta
Ahmad padanya, namun ia tak mampu membalasnya dan kini ia harus berusaha mencintai
orang lain, yang mana hal itu bukanlah hal yang mudah baginya. Zahra sangat
marah pada dirinya sendiri hingga ia menjerit dengan kerasnya. “ Zahra….” Aira
menghampirinya dan memeluknya “ Kenapa Zahra, sudah sudah” Zahrapun memeluk
sepupunya itu erat-erat “ Kamu kenapa?” “ Betapa jahatnya aku, Ai”
“
Jahat apa, kamu gak jahat” “ Aku telah melukai orang yang begitu tulus mencintaiku,
begitu sabar menantiku, meski ia merasa sakit akan tingkahku”
“
Ada apa dengan Ahmad?” “ Dia akan menikah, dia bilang dia tidak ingin memaksaku
untuk mencintainya lagi, tapi dialah yanga akan belajar mencintai orang lain
Aira. Pasti hal itu sulit Ai dan itu akan membuat hatinya semakin sakit”.
“
Mau bagaimana lagi, Zah. Itu adalah jawaban tuhan untuknya, dan dia adalah
orang yang ikhlas dan mengajarimu dari kesabarannya dan keikhlasannya menerima
takdir tuhan”.
*****
Tiga bulan lebih Ahmad tak memberikan kabar
pada Zahra. Setiap hari Zahra mengotak atik handphonya menanti kabar dari
Ahmad. “ Zahra ayo berangkat kuliyah…!” ajak Aira
“
Oh iya, Ai” ketika mereka berdua keluar dari rumah tiba-tiba terlihat Ahmad
dengan sepucuk kertas yang dibawanya. Zahrapun terkejut dan menghampirinya “
Mas Ahmad, bagaimana kabar mas?” “ Zahra Alhamdulillah baik, zah. Kedatanganku
kesini hanya ingin memberikan undangan kepadamu dan Aira, aku mengharap
kedatanganmu Zahra di hari pernikahanku” Ahmad memberikan undangan dari
tangannya kepa da Zahra “ Terimakasih Zahra kamu telah mengajariku sabar, sudah
ya aku permisi dulu, assalamualaikum” “ Waalaikum salam, mas sama siapa?” “
sama calon bidadariku” jawabnya lembut dengan sedikit senyum dibibirnya. “ Aku
tunggu kehadiranmu Zahra”. Ucapnya penuh harap, dan iapun pergi dengan mobil
avanzanya. Zahra membeku haru melihat Ahmad dengan penu ketegaran.
*****
Hari pernikahan Ahmadpun tiba, “
Zahra… ayo siap-siap” ajak Aira “ Aku gak datang ah, Ai. Aku gak tega
melihatnya” “ Kamu gila, kamu mau membua tnya tambah sakit hati lagi di hari
sakralnya ini, kamu benar-benar jahat, zah”
Zahrapun
berpikir “ Ya Ai aku datang” “ Gitu dong… sulit amat sih”. Zahra dan Airapun
meluncur ke rumah Ahmad. Sesampainya, terlihat Ahmad yang nampak begitu tampan
dengan jas hitam yang dikenakannya. Iapun menatap ke arah Zahra dengan senyum
yang tersungging di bibirnya. Zahra merasakan sebuah keharuan yang amat dalam,
iapun memberikan ucapan selamat pada Ahmad “ Selamat ya, semoga jadi keluarga
sakinah mawadah wa rahmah”
“
Amin, terimakasih Zahra” Jawab Ahmad dengan butiran mutiara yang jatuh dari
pelupuknya
“
Terimakasih atas semua yang antum ajarkan padaku, mas!”. Ahmad tersenyum
*****
“ Alhamdulillah, aku diterima, Ai di
Ummul Quro University”. Teriak Zahra
“
Alhamdulillah, terus kapan berangkatnya?”
“
Sebulan lagi…” “ sebulan lagi? Kok cepat banget sih zah, kamu jadi gak hadir di
pernikahanku dong” ucap Aira sedih. “ Aira maafkan aku ya, aku sayang sekali
denganmu, sepupu yang paling setia menemaniku. Bukan maksud hati aku melukaimu,
ak akan menghubungimu di hari pernikahanmu nanti”.
“
Baiklah, semoga sukses dan juga jangan lupa menikah oke, calon magister!”
sindir Aira, merekapun tertawa “ Doakan saja aku bisa membuka hati” bisik
Zahra.
Sebulan sebelum pernikahan Aira
Zahrapun berangkat ke Negeri impiannya untuk melanjutkan S2nya dengan seorang
diri. Dengan tekad kuat menggapai impiannya dan melupakan kenangan-kenangan indah
bersama Ahmad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar